CIVIL RELIGION

MEMBANGUN CIVIL RELIGION PADA MASYARAKAT YANG PLURAL; DILEMA PANCASILA DI ERA REFORMASI  

Emile Durkheim yang dikutip oleh Michael S.Northcott mengatakan ;6 agama berfungsi untuk menjembatani ketegangan dan menghasilkan solidaritas sosial, menjaga kelangsungan masyarakat ketika dihadapkan pada tantangan yang mengancam kelangsungan hidupnya baik dari suku lain, orang-orang yang menyimpang atau pemberontak dari dalam suku itu sendiri, maupun dari bencana alam. Agama menyatakan anggota suatu masyarakat melalui deskripsi simbolik umum mengenai kedudukan mereka dalam kosmos, sejarah dan tujuan mereka dalam keteraturan segala sesuatu. Agama juga mensakralkan kekuatan atau hubungan-hubungan yang terbangun dalam suku. Oleh karena itu, agama merupakan sumber keteraturan sosial dan moral, mengikat anggota masyarakat ke dalam suatu proyek sosial bersama, sekumpulan nilai, dan tujuan sosial bersama. Lebih lanjut Durkheim meramalkan bahwa masyarakat modern akan membutuhkan dikembangkannya ritual-ritual dan sistem-sistem simbol baru yang dapat menghasilkan rasa solidaritas dalam proyek baru Republikanisme.7 Inilah yang oleh para sosiolog disebut dengan agama sipil (civil religion). Arti civil religion itu sediri secara harfiah adalah agama sipil (rakyat), akan tetapi jika dilihat secara apa adanya seakanakan merupakan agama tersendiri. Oleh karenanya lebih tepat jika diartikan  " keberagaman sipil" karena dia memang tidak memiliki Tuhan, kitab suci, rasul, pendeta, biksu dan sebagainya. memiliki Tuhan, kitab suci, rasul, pendeta, biksu dan sebagainya. Berbicara tentang civil religion tentu sangat terkait dengan seorang sosiologi modern yang berkebangsaan Amerika, yaitu Robert N. Bellah. Dalam studi kasusnya, Bellah menjadikan Amerika Serikat, sebuah Negara yang pluralis dan demokratis. Dalam pengamatannya yang berkembang di Amerika adalah agama civil, yaitu agama (sekali lagi lebih tepatnya disebut sikap keberagamaan) yang tidak berpihak pada agama-agama tradisional (yaitu agama-agama yang sudah eksis dan berkembang di Amerika) apapun yang dipeluk oleh warga Negara Amerika. Buktinya, menurut Bellah adalah tidak seorang pun Presiden Amerika hingga saat ini yang tidak menyebut nama God dalam pidato resmi kenegaraannya, dan tidak seorang presiden Amerika yang menyebut nama tuhan agamanya atau agama atau agama tradisional tertentu. Meski begitu, Bellah bukanlah orang pertama yang melontarkan wacana itu. Jean-Jacques Rosseaulah yang pertama kali mengenalkan konsep mengenai civil religion. Dalam magnum opusnya, On Social Contract, Buku IV yang kini sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, Rosseau membagi agama menjadi tiga, agama manusia dan agama masyarakat serta agama ganjil. Model pertama oleh Rosseau digambarkan sebagai natural divine right or law (Hukum ke-Tuhanan yang alami), sementara yang kedua ia menyebutnya sebagai civil or positive divine right or law (Hukum ke-Tuhanan Positif). Sedangkan model ketiga, Rousseau menggambarkan agama ini yang memberikan kepada manusia dua kitab undang-undang, dua kepala Negara, yang menghendaki dari mereka tugas yang berlawanan, dan mencegah setiap orang serta warga negaranya

beriman pada saat yang bersamaan. Dari sisi pandangan politik, tiga jenis agama ini semuanya memiliki kekurangan. Karena ketiga agama itu memiliki kelemahan, Rousseau mengusulkan jenias agama keempat, la religion civile, agama sipil, agama madani. Walaupun tidak jelas bentuknya, Rousseau merindukan sebuah agama yang akan memberikan inspirasi kepada rakyat untuk membela negaranya seperti membela agamanya, bagian positif dari agama warga negara. Agama itu mempersatukan rakyat dalam perasaan kebersamaan sosial. Ia tidak mempersoalkan keyakinan masing-masing tentang jalan ke surga; tetapi ia mengajarkan bagaimana hidup bersama dengan sesama warga negara, apa pun agamanya. Oleh karenanya civil religion lebih tepat diartikan sebagai "sikap keberagaman yang dimiliki oleh warga negara" civil religion sama sekali tidak untuk menggeser posisi agama yang sudah ada dan diyakini oleh masyarakat dalam sebuah negara, akan tetapi civil religion adalah karena religious  cinta terhadap kewajiban- Negara ataupun sebagai penganut agama, dan civil karena sentimen-sentimen pembentukannya adalah sosiabilitas, yang tampaknya mereka tidak mungkin menjadi seorang warga Negara yang baik atau seorang manusia yang penuh percaya. 

Di kutip dari : Idrus Ruslan

https://media.neliti.com/media/publications/56714-ID-none.pdf

Komentar